Dilansir oleh South China Morning Post, Rabu 28 September 2020, Yahya Kholil Tsaquf, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul ulama (PBNU), menyerukan kepada umat Islam di Indonesia supaya bersikap tenang menyikapi penghinaan terhadap Islam yang dilakukan oleh Presiden Prancis Immanuel Marcon yang menyebut Islam sebagai “Agama dalam krisis”.
Menurut Yahya, “Menghina kehormatan Nabi Muhammad dianggap sebagai penghinaan terhadap Islam. Namun menyikapi penghinaan terhadap Nabi dengan membunuh pelaku merupakan tindakan biadab yang berpotensi memicu ketidakstabilan yang meluas tanpa kendali’.
Apa yang disampaikan oleh Yahya Kholil Tsaquf di atas mengingatkan kita pada sejarah masa Nabi dulu saat beliau dibina, dicaci dan dimaki sedemikian pedihnya. Sejarah yang ditulis dalam kitab Sirah Ibnu Katsir dan Ibnu Hisyam.
Alkisah, seorang tokoh Quraisy, Suhail bin Amru, memiliki keahlian berorasi dengan sangat baik. Dengan orasinya ia mampu memukau dan memhipnotis pendengarnya. Kecerdikan dan kepiawaiannya dalam berorasi dimanfaatkan untuk menghina Nabi dan Islam. Setiap kali ada kesempatan untuk menghina Islam, ia menjadi orang pertama dan terdepan yang memanfaatkan momen tersebut. Banyak dari kalangan para sahabat Nabi yang marah dan jengkel kepadanya.
Saat perang Badar, Suhail bin Amru ikut serta dalam barisan pasukan kafir Quraisy. Setelah pasukan muslimin memenangkan pertempuran, banyak dari kalangan pasukan kafir Quraisy yang menjadi tawanan perang. Salah satunya adalah Suhail bin Amru. Orator ulung yang selalu menghina Nabi dan Islam.
Umar bin Khattab yang telah lama jengkel kepada Suhail matur kepada Nabi supaya diizinkan untuk mencabut gigi seri Suhail supaya tidak bisa berorasi lagi dan menghina baginda Nabi. Akan tetapi, Nabi melarang Umar melakukan hal tersebut. Beliau berkata kepada Umar bin Khattab, “Umar, jangan lakukan itu, biarkan saja dia, siapa tahu suatu saat dia ada di barisan kita”.
Umar urung melakukan tindakan untuk memberi pelajaran kepada Suhail. Betapapun ia sangat marah, namun tak berani melawan titah baginda Nabi. Selang beberapa waktu kemudian, ucapan Nabi terbukti, Suhail bin Amru, orator ulung yang cerdas dan cerdik itu akhirnya memeluk Islam saat peristiwa Fathu Makkah.
Setelah memeluk agama Islam, Suhail bin Amru memanfaatkan keahliannya sebagai orator untuk kepentingan agama Islam. Salah satunya di saat wafatnya Nabi. Saat itu, umat Islam berselisih dan banyak yang murtad.
Untuk menenangkan suasana Suhail tampil berorasi. Di antara yang disampaikan, “Wahai kaum muslimin, janganlah kalian menjadi yang terakhir memeluk Islam dan menjadi yang pertama murtad. Demi Allah, Islam akan menyebar ke seluruh penjuru bumi sejauh sinar matahari dari saat terbit sampai terbenam.”.
Ada ‘ibrah (pelajaran) bagi kita semu, bahwa di saat Nabi dicaci, dicerca, dan agama Islam dihina, kita harus bereaksi dengan etika yang diajarkan oleh Islam. Tidak ada umat Islam yang akan menerima saat Nabi dan Islam dicaci. Namun tindakan apa yang akan dilakukan karena penghinaan tersebut telah diajarkan oleh Nabi pada kisah di atas. Yakni, tidak boleh menyakiti pelaku, apalagi sampai dibunuh.
Jangan karena hal itu kemudian justru kita yang tidak beradab. Membunuh, menyakiti dan sebagainya. Biarlah pelaku nyerocos dan ngoceh seperti kawanan burung yang tak punya akal, menggonggong seperti anjing dan melolong seperti serigala. Kita doakan saja semoga ia kembali menjadi manusia dan semoga mendapat hidayah Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar