Senin, 02 November 2020

3 Cerita Lucu Sahabat Nu'aiman yang Membuat Nabi Tertawa | Pegawai Muslim



Indahnya perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentunya tak luput dari canda dan tawa. Di balik berbagai suka maupun duka yang dihadapi, hiburan kerap datang dari berbagai hal, termasuk dari para sahabat Nabi.

Dikisahkan salah satu sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bernama Nu'aiman bin Amr bin Rafa'ah. Ia sangat terkenal akan tingkah konyol dan sering membuat Rasulullah tertawa. Nu'aiman merupakan sahabat yang berasal dari kalangan Anshar yakni penduduk asli Kota Madinah.

Meskipun terkenal akan kejailannya, Nu'aiman ialah seorang mujahid sejati. Namanya tercantum dalam Ashabul Badr karena keikutsertaannya dalam berjuang bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat lainnya dalam Perang Badar.

Berbagai tingkah konyol nan jail Nu'aiman mampu membuat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat tergelak tidak kuasa menahan tawa. Keusilannya ini tak hanya disasarkan kepada para sahabat, namun juga Rasulullah.

Suatu saat pernah Nu'aiman datang membawakan banyak makanan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat. Selesai menghabiskan makanan tersebut, Nu'aiman barulah berkata, "Ya Rasulullah, inilah penjual makanan tadi, silakan Engkau yang bayar."

Kejadian tersebut lantas membuat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat kebingunan, namun juga tidak bisa menahan tawa. Pada akhirnya peristiwa itu diselesaikan dengan solusi dari Rasulullah untuk membagi total biaya sama rata dengan sahabat-sahabat lainnya.

Dikisahkan pula bahwa suatu waktu Nu’aiman diajak oleh Abu Bakar untuk pergi ke Negeri Syam. Ketika itu sebelum keberangkatannya, Abu Bakar mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk memohon izin mengajak dua sahabat untuk ikut berdagang.

"Ya Rasulullah! Saya ingin meminta izin untuk mengajak dua sahabat ikut berdagang ke Negeri Syam, yakni Nu'aiman dan Suwaibith bin Harmalah," kata Abu Bakar, kemudian diizinkanlah mereka oleh Rasulullah untuk bepergian.

Sesampainya di Negeri Syam, semua dibagikan tugas, salah satunya Suwaibith bin Harmalah yang ditugaskan menjaga perbekalan, karena dikenal sebagai orang yang sangat amanah. Saat Abu Bakar sedang pergi berniaga, dan Suwaibith menjaga makanan, datanglah Nu'aiman kepada Suwaibith di waktu siang mengatakan bahwa dirinya telah lapar.

"Wahai Suwaibith, aku sudah lapar, maka berikanlah saya sepotong roti untuk saya makan saat ini," ujar Nu’aiman. Namun, permintaan tersebut tidak diwujudkan oleh Suwaibith, karena dirinya yang amanah itu memilih menunggu Abu Bakar datang.

Mendengar jawaban Suwaibith, lantas Nu'aiman langsung mengancamnya, "Berikan aku sepotong roti itu atau kau akan kuberikan pelajaran."

Namun tetap saja, Suwaibith tetap bersikukuh menjaga amanah dari Abu Bakar dan tidak memberikan sepotong roti itu kepada Nu'aiman.

Nu'aiman bergegas pergi ke pasar, lalu berusaha untuk mencari tempat yang menjual hamba sahaya. Menemukan toko yang dimaksud, ia langsung menanyakan satu per satu dari hamba sahaya tersebut yang ternyata berkisar dari harga 100 hingga 300 dirham.

Kemudian, ia mengatakan kepada penjual hamba sahaya itu, "Aku juga punya hamba sahaya, namun hanya saya jual 20 dirham, murah," katanya.

Mendengar pernyataan Nu'aiman, penjual tersebut tak percaya karena harganya yang sangat murah. Lebih lanjut, Nu'aiman menjelaskan bahwa hamba sahaya yang dimilikinya itu murah karena memiliki aib, di mana ia tak akan mengaku sebagai hamba sahaya dan menyebut dirinya sebagai orang merdeka.

Akhirnya semua orang berkumpul untuk membeli hamba sahaya yang dimaksudkan oleh Nu'aiman. Tak disangka, ternyata Nu'aiman malah mengarahkan mereka kepada Suwaibith.

Nu'aiman menerima uang 20 dirham tersebut, kemudian disusul dengan penangkapan Suwaibith. Ketika ditangkap, Suwaibith berteriak, "Aku bukan hamba sahaya. Aku orang merdeka!" Namun teriakan itu ditanggapi oleh sekumpulan orang yang menangkapnya, "Kami sudah tahu kekuranganmu." Sambil membawa Suwaibith dan menjualnya ke pasar.

Selepas itu, Nu’aiman menjadi orang yang memegang uang banyak. Ia menggunakannya untuk membeli makanan, minuman, hingga hadiah untuk Rasulullah. Tak lama, Abu Bakar pun pulang dan kebingungan karena tak menemukan Suwaibith di mana pun. Dengan mudahnya dan penuh kejujuran, Nu’aiman pun berkata, “Sudah saya jual, wahai Abu Bakar.”

Mengetahui hal tersebut, lantas Abu Bakar tertawa dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Nu’aiman pun menceritakan semuanya secara detail hingga titik di mana Suwaibith akhirnya ia jual. Abu Bakar langsung bergegas ke pasar dan membeli kembali Suwaibith, hingga ia bebas kembali sebagai orang merdeka.

Sepulangnya mereka ke Madinah, kisah ini diceritakan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka ketika diceritakan kisah Nu’aiman tersebut, Nabi Muhammad tertawa sejadi-jadinya hingga gigi geraham beliau tampak di depan para sahabat. Hingga setahun berlalu dari kisah tersebut, Rasulullah selalu menceritakan kisah Nu’aiman kepada siapa pun tamu yang datang kepadanya.

Tak hanya itu, cerita lainnya adalah di mana suatu waktu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam didatangi oleh para delegasi dari beberapa negara yang ingin tahu apa itu agama Islam. Mereka datang dengan mengendarai unta yang saat itu termasuk kendaraan paling mahal yang dapat dimiliki. Sesampainya di sana, para tamu itu dipersilakan masuk dan unta mereka diikatkan di depan rumah Rasulullah.

Para sahabat mengatakan seraya bercanda kepada Nu’aiman bahwa mereka sudah lama tak makan daging unta. Mereka pun mengidekan untuk menyembelih unta seseorang yang sedang bertamu kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu.

Usulan ide tersebut langsung ditanggapi serius oleh Nu’aiman. Ia langsung menyembelih unta tamu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam tersebut. Sesudahnya, Nu’aiman langsung lari bersembunyi, dan benar saja, saat pemiliknya datang dan melihat keadaan untanya, ia pun langsung mengadu kepada Rasulullah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam langsung melihat kepada para sahabat yang sedang berjaga di sana, dan mereka pun menjawab, “Nu’aiman ya Rasulullah.”

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam langsung bergerak memerintahkan salah satu sahabatnya untuk membantunya mengambil uang dan memberikan ganti rugi kepada pemilik unta tersebut dengan jumlah dua kali lipatnya.

Selepas itu, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat langsung saja bergegas mencari di mana Nu’aiman ini bersembunyi. Ternyata, Nu’aiman bersembunyi di dalam sebuah sumur.

Rasulullah pun menanyakan alasan mengapa Nu’aiman melakukan hal tersebut. Nu’aiman menjawab, “Ya Rasulullah, yang bersalah bukanlah aku tapi orang-orang yang mencariku bersamamu," jawabnya.

Rasulullah melihat sekeliling untuk mengetahui siapa yang dimaksud Nu’aiman, setelahnya ternyata Nu’aiman memanfaatkan kondisi itu untuk kembali kabur.

Cerita tentang Nu’aiman memberikan gambaran bahwasanya Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam juga merupakan sosok yang ceria. Hidupnya tak melulu serius dan serbaresmi, beberapa kisah menceritakan bahwa Rasulullah adalah seseorang yang juga bersenda gurau bersama istri dan para sahabatnya.

Dari kisah ini juga dapat dicermati bahwa beliau merupakan pribadi yang senantiasa sabar dan tak mudah marah menghadapi orang-orang seperti Nu’aiman. Bahkan turut dikisahkan bahwa Rasulullah sangat melarang para sahabat untuk mencela Nu’aiman meskipun tingkahnya tak selalu menyenangkan bagi semua orang dan membuat jengkel. Menurutnya, meski begitu, Nu’aiman adalah seorang sahabat yang mencintai Allah Subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya.


Sumber : https://muslim.okezone.com/


Kisah Qitmir: Seekor Anjing Penjaga Ashabul Kahfi dalam Surat Al Kahfi | Pegawai Muslim



Allah mengajarkan manusia melalui berbagai cara. Ada cobaan, ujian dalam berbagai rupa. Selain itu, Allah juga menitipkan hikmah dalam banyak kisah, yang tercatat dalam sejarah juga termaktub dalam mukjizat terbesar yakni Alquran.

Adalah kisah ‘Ashabul Kahfi’ yakni para pemuda yang tertidur dalam gua melintasi zaman, 309 tahun lamanya dengan dijaga seekor Anjing. Kisah ini diceritakan dalam surat ke-18, yang turun di Makkah, QS Al Kahfi pada ayat 9-26.

 

Kisah Terkenal Ashabul Kahfi dan Qitmir, seekor Anjing

Ayat di dalam Surah tersebut menceritakan bagaimana 7 orang pemuda yang beriman kepada Allah melarikan diri ke sebuah gua dan Allah menidurkan mereka selama 309 tahun sehingga mereka tidak dapat dibangunkan oleh apapun.

Pemuda-pemuda tersebut lari dari kejaran utusan Raja yang menginginkan rakyatya patuh padanya dan menyembah berhala. Bersama mereka ikutlah seekor anjing bernama Qitmir.

“Adakah engkau menyangka (wahai Muhammad), bahwa kisah ‘ashabul kahfi’ (penghuni gua) dan ‘ar-raqiim’ (anjing mereka) termasuk antara tanda-tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan? (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. (QS al-Kahfi: 9).

Allah ingin menunjukkan bukti-bukti kekuasaanNya kepada hamba-hambaNya melalui peristiwa ini. Maka Allah telah mentakdirkan pemuda-pemuda ini tidur dalam jangka yang amat lama.

“Dan mereka telah tinggal tidur dalam gua mereka selama tiga ratus tahun (dengan kiraan ahli Kitab), dan hendaklah kamu tambah sembilan tahun lagi (dengan kiraan kamu) (yakni menjadi 309 tahun)”. (QS Al-Kahfi: 25)

Walaupun mereka tidur amat lama dan tanpa makan dan minum, tetapi dengan kuasa Allah, badan dan jasad mereka tidak hancur dan musnah. Bahkan Allah menyatakan bahawa; jika kita lihat keadaan mereka di dalam gua itu nescaya kita tidak akan percaya bahawa mereka sedang tidur.

“Dan engkau sangka mereka sedar padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka dalam tidurnya ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri (supaya badan mereka tidak dimakan tanah), sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka”. (al-Kahfi: 18)

Ketika bangun, mereka kelaparan dan berniat untuk membeli makanan. Setelah melihat situasi aman, mereka kemudian keluar dari gua. Ketika berniat membeli makanan, rupanya uang mereka tidak laku. Zaman sudah berubah total. Orang orang sudah berubah. Penguasa sudah berganti. Peradaban baru di depan mata mereka. Maka kemudian, para pemuda ini diabadikan dengan sebutan ‘ashabul kahfi’, artinya sahabat-sahabat gua.

Terkait jumlah mereka, lokasi gua, dan zaman masih simpang siur, muncul banyak pendapat. Namun satu hal yang disepakati bersama, bahwa mereka hidup melintasi zaman.

 

Anjing Qitmir, Menjaga Ashabul Kahfi

Imam Ibnu Katsir  mengatakan dalam Tafsirnya yang terkenal: Ibnu Juraij berkata,

“Dia menjaga pintu mereka.”

Sudah menjadi sifat dan kebiasaan seekor anjing berbaring di depan pintu seolah-olah menjaga mereka yang di dalam. Dia duduk di luar pintu masuk gua.

Berkah yang Ashhabul Kahfi terima, juga diterima anjing mereka. Tidur panjang yang menghinggapi mereka, menghinggapi si anjing juga. Inilah manfaatnya menyertai orang-orang baik. Sehingga, anjing ini pun ikut terkenal dan terangkat derajatnya.

 

Larangan Rasulullah Mendekati Anjing

Kisah Qitmir, selayaknya menjadi pengingat setiap hamba bahwa keberkahan dapat datang bagi siapa saja. Termasuk pada hewan termasuk dalam golongan hewan yang sebaiknya dijauhi dan haram dagingnya untuk dikonsumsi.

Nabi Muhammad SAW menyarankan untuk tidak bersentuhan dengan anjing dan air liurnya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anjing menjilat wadah seseorang, maka keriklah (bekasnya) lalu basuhlah wadah itu tujuh kali.” (HR. Muslim).

 

Bahaya Anjing, Hewan yang Najis Bagi Manusia

Ilmu pengetahuan telah berhasil menemukan beberapa kesimpulan yang mencengangkan berkaitan dengan kenajisan anjing.

dr Al-Isma’lawi Al-Muhajir mengatakan, bahwa penemuan baru dalam kedoketeran menguatkan apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketika itu, para dokter mengingatkan untuk berhati-hati saat menyentuh anjing dan mencandainya. Begitu pula untuk waspada jika terkena cairan-cairan yang keluar darinya berupa air liur yang dapat mengakibatkan buta.

Para dokter spesialis hewan mengungkapkan, bahwa mendidik anjing dan berinteraksi dengan cairan-cairan yang keluar darinya berupa kotoran, air kencing, dan lain sebagainya, dapat menularkan sebuah virus yang disebut tocks characins. Virus ini dapat mengakibatkan kaburnya penglihatan dan kebutaan pada manusia.

Setelah melakukan pemeriksaan terhadap 60 ekor anjing, dr. Ian Royt, seorang dokter spesialis hewan di London, Inggris menyimpulkan, bahwa seperempat binatang tersebut membawa telur-telur ulat di cairan-cairan yang keluar darinya. Ia menemukan 180 sel telur ular dalam satu gram bulunya.

Jumlah ini lebih banyak dibandingkan yang ditemukan di lapisan unsur tanah. Seperempat lainnya membawa 71 sel telur yang mengandung jentik-jentik kuman yang tumbuh berkembang. Tiga di antaranya dapat matang cukup dengan menempelkannya pada kulit.

Laporan para ahli yang dipublikasikan oleh surat kabar di Inggris Daily Mirror menyatakan sel-sel telur dari ulat ini sangat lengket dengan panjang mencapai 1 milimeter. Ia akan terus tumbuh berkembang dnegan pesat pada bagian yang terletak di belakang mata.

Menurut dr. Abd Al-Hamid Mahmud Thahmaz, secara ilmiah, anjing dapat menularkan berbagai macam penyakit yang membahayakan. Karena, ada ulat-ulat yang tumbuh berkembang biak di dalam ususnya. Ulat itu mengeluarkan telur-telur bersamaan dengan keluarnya kotoran anjing. Ketika anjing menjilati pantatnya, maka telur-telur ulat tersebut akan berpindah padanya.

Kemudian dari jilatan anjing inilah, telur-telur ulat itu akan berpindah pada wadah, piring, dan tangan para  pemiliknya. Di antaranya ada yang masuk ke dalam perut, lalu menuju ke pencernaan. Kemudian kulit telur-telur itu terkelupas dan keluarlah anak-anak ulat yang langsung bercampur baur dengan darah dan lendir.

 

Bukti Ilmiah Anjuran Nabi Membasuh Air Liur Anjing dengan Tanah

Para dokter mengemukakan alasan penggunaan tanah dalam menghilangkan najis yang berasal dari anjing, dan mengapa membasuh dengan air saja tidak cukup untuk menghilangkannya. Membasuh dengan menggunakan tanah lebih kuat dalam proses sterilisasi dibanding membasuh dengan air.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Sucinya wadah seseorang saat dijilat anjing adalah dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dengan menggunakan tanah.” (HR. Muslim)

Dikutip dari Ensiklopedia Mukjizat Alquran dan Hadis bahwa dari penemuan ilmiah berkaitan dengan hadits tersebut adalah kesimpulan para dokter yang menetapkan bahwa dalam proses membasuh wadah bekas jilatan anjing harus disertai dengan tanah. Dalam sebuah forum tentang kesehatan umum, para dokter mengemukakan rahasia kenapa harus tanah tidak bahan lainnya.

Dalam forum tersebut, dijelaskan hikmah tujuh kali basuhan yang salah satunya dengan tanah dalam menghilangkan najis jilatan anjing, karena virus anjing itu sangat lembut dan kecil. Sebagimana diketahui, semakin kecil ukuran mikroba, ia akan semakin efektif untuk menempel dan melekat pada dinding sebuah wadah. Air liur anjing yang mengandung virus berbentuk pita cair, maka dalam hal ini tanah berperan sebagai penyerap mikroba sekaligus virus-virus yang menempel lembut pada wadah.

 

Anjing, Binatang yang Cerdas

Meski demikian, Allah tidak pernah menciptakan sesuatu yang termasuk di dalamnya adalah Anjing tanpa hikmah dan maksud tertentu. Anjing dikenal sebagai hewan yang cerdik.

Seorang peneliti dari Universitas Exeter, Stephen Lea, dan pengajar senior dari Christ Church University, Britta Osthaus, melakukan penelitian terhadap kemampuan kognisi hewan. Lalu ditemukan bahwa dalam kategori kecerdasan sosial, anjing memiliki nilai yang paling bagus di antara hewan lainnya.

Kecerdasan sosial ini menurut Osthaus membuat anjing cocok untuk memandu orang buta atau membantu polisi.  Saat ini telah banyak Anjing dilatih untuk membantu pelacakan dalam proses pekerjaan yang dilakukan unit kepolisian. (nov/dbs/rep)

 

Sumber:

Shahih Ibnu Katsir, Pustaka Ibnu Katsir

Ensiklopedia Mukjizat Alquran dan Hadist

e-journal, Ashabul Kahfi dan Teori Relativitas dalam Alquran

e-journal, Tanah dan Sabun Tanah Sebagai Bahan Antimikroba Terhadap Air Liur Anjing, IPB

e-journal, Identifikasi Molekuler Bakteri Pada Saliva Anjing, UIN Alaudin Makassar

Minggu, 01 November 2020

Kisah 6 Orang yang Pernah Bertemu Nabi Khidir | Pegawai Muslim



Nabi Khidir (لخضر, Khadr, Khadr) merupakan salah satu Nabi yang diyakini masih hidup hingga saat ini. Namun, keberadaannya selalu misterius. Hanya beberapa orang saja yang pernah bertemu dan mendapat pelajaran dari Nabi Khidir, seperti cerita populer tentang perjumpaannya dengan Nabi Musa.

Sejarah tentang asal usul Nabi Khidir banyak versinya. Ada yang menyebutkan Nabi Khidir putra Nabi Adam AS yang diciptakan dari tulang iganya. Ada juga yang mengatakan dia cucu Nabi Harun AS. Menurut jumhur ulama, Nabi Khidir masih hidup dan tidak akan meninggal hingga kiamat tiba, namun tak berarti Nabi Khidir kekal lantaran dia tetap meninggal dunia sehingga tak bersambung dalam masa kehidupan dunia dan akhirat.

Dikutip dari buku Ma'ariful Auliya (82 Kisah Hikmah dari 60 Kekasih Allah) karya Muhammad Khalid Tabits, selain Nabi Musa berikut deretan orang-orang yang pernah bersua dengan Nabi Khidir.

1. Ali Zainul Abidin

Nabi Khidir a.s selalu datang kepada Ali Zainul Abidin, cucu Nabi Muhammad SAW. Abu Hamzah al-Tsamali meriwayatkannya, sebagaimana dilansir oleh Abu Nuaim dalam kitab Hilyat al-Auliya. Dalam riwayat tersebut Abu Hamzah bercerita:

Ali Zainul Abidin sempat bertemu Nabi Khidir, ketika dia sedang bersedih. Ali merasa takut karena hidup di dunia dan entah apa yang terjadi ketika sudah di akhirat nantinya.

Ali pun tiba-tida didatangi oleh seorang pria tampan berpakaian rapi dan indah. Lalu pria itu bertanya pada Ali, mengapa dia bersedih? "Wahai Ali ibn al-Hasan, mengapa kau terlihat sedih dan tertekan? Apakah karena dunia? Ia adalah rezeki yang ada. Dimakan oleh orang baik dan orang jahat'"

Aku Menjawab, "Bukan karena dunia aku bersedih, karena dunia seperti yang kau takutkan,"

"Apakah karena akhirat? Ia adalah jani yang pasti. Urusan di dalamnya ditetapkan oleh Raja Yang Maha Kuasa?" tanya nya lagi.

"Bukan karena itu aku bersedih, karena akhirat seperti yang engkau sampaikan," jawabku. Saat itu Ali tajut sekali akan fitnah yang berasal dari Ibnu al-Zubair. Kemudian pria itu menegaskan akan kuasa Allah yang selalu melindungi dan mengabulkan setiap permintaan hambaNya.

Tiba-tiba pria itu pergi dan menghilang. Lalu ada yang memberi tahu Ali, bahwa pria yang menyambanginya tadi adalah Nabi Khidir.

2. Muhriz ibn Khalaf

Muhriz ibn Khalaf adalah seorang sastrawan. Syekh Muhriz ibn Khalaf bertemu dengan Nabi Khidir, sebagaimana diriwayatkan oleh banyak orang, salah satunya oleh Abu al-Thahir al-Farisi dengan sanad dari al-Dasturi al-Qathan al-Abid. Al-Qathan menceritakan:

Ketika Al-Qathan sedang mencari sejumlah buku di Tunis, kemudian ia datang ke masjid. Di sana ia bertemu dengan saudara sastrawan, yaitu Muhriz ibn Khalaf. Dia pun menanyakan keberadaan seorang sastrawan tersebut. Lalu ada yang mengatakan bahwa dia (sastrawan) ada di sebuah masjid, dan sedang berbicara bersama seorang pria tidak dikenal.

Al-Qathan pun segera menyalakan lampu, lalu menghampiri Syekh Muhriz untuk mencari tahu siapa sebenarnya pria yang sedang bersamanya itu. Anehnya ketika dia mendekati masjid, tiba-tiba lampu padam. Lalu menyalakan lagi hingga tiga kali.

Saudara sang sastrawan pun mengatakan pada Al-Qathan, jika pria tadi yang bersama Muhriz sudah keluar. Qathan pun bertanya pada Muhriz, dan bila tidak memberitahunya maka dia akan menyebarkannya. Muhriz pun akhirnya mengatakan, "itu adalah Abu al-Abbas al-Khadir."

3. Syekh Ibrahim al-Khawash

Sebagaimana telah diriwayatkan oleh al-Khatib al-Baghdadi sepulang dari sebuah perjalanannya, Syekh Ibrahim al-Khawash pernah ditanya, "apa yang engkau alami selama perjalanan?". Kemudian dia (Syekh Ibrahim al-Khawash) menjawab, bahwasannya dia sempat terjatuh karena kehausan.

Lalu tiba-tiba datang seorang pria tampan berbaju bagus, menunggangi kuda dan memberikannya air. Hingga akhirnya Syekh Ibrahim al-Khawash tidak mearasa kehausan lagi. Setelahnya, pria itu menawarinya naik ke atas kuda. Tanpa disadari, dia sudah ada di sebuah di dataran tinggi.

Pria itu bertanya,"apa yang kau lihat?" dia menjawab "Kota Madinah" Pria itu meminta Syekh Ibrahim al-Khawash untuk turun dan berkata "Turunlah dan sampaikan salam dariku untuk Rasulullah SAW. Ucapkan olehmu, saudaramu Khadir menyampaikan salam kepadamu,"

4. Imam Ahmad ibn Hanbal

Imam Ahmad ibn Hanbal juga salah seorang yang pernah ditemui oleh Nabi Khidir. Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Ya'la dalam Thabaqat al-Hanabilah dari Abu al Thayyib dari Abu al-Qasim al Baghawi. Dalam kisah Abu Al-Qasim al Baghawi menuturkan bahwa Imam Ahmad Habal bercerita kepada dirinya.

Suatu hari Abu Al-Qasim al Baghawi sedang mengantar seseorang yang akan berhaji hingga ke wilayah al-Qadisiyyah. Dari situlah dia memiliki keinginan untuk menunaikan ibadah haji. Namun sayang, dia mempertimbangkan karena keadaannya. Saat itu dia hanya memiliki bekal lima dirham saja.

Lalu ada seorang pria menghampirinya dan berkata "Wahai Abu Abdullah, nama besar dan niat yang lemah telah menghalangimu untuk berhaji," Lalu Abu Al-Qasim menjawab, "Iya, demikian adanya."

"Apakah kau ingin menemaniku?" kata pria itu. lalu Abu Al-Qasim menjawab, "Mau,". Kemudian dia ikut bersama pria itu, menjauh dari rombongan. Ketika waktu istirahat tiba, yaitu antara isya dan sahur mereka pun singgah di suatu tempat. Pria ini menawarinya sebuah makanan, tentunya Abu Al-Qasim tidak menolak.

Pria itu memintanya untuk bangun, dan diperlihatkan makanan lezat seperti roti, sayuran dan daging yang siap disantap. Sedangkan pria itu tidak ikut makan. Setelah beberapa lama singgah di tempat lainnya, tiba-tiba pria itu menghilang.

Bu al-Thayyib bertanya kepada Abu Al-Qasim al Baghawi, "Apakah engaku mengetahui pria tersebut?" al Baghawi menjawab. "Aku mengira ia adalah Khidir A.s,"

5. Bisyr al-Hafi

Ketika Bisyr memasuki rumahnya, tiba-tiba di dalam ada seorang pria bertubuh tinggi sedang salat. Setelah dia melihatnya, lalu orang itu memberi salam dan langsung berkata "Aku adalah Khidir," Kemudian Bisyr pun berkata, "Ajarilah sesuatu yang bermanfaat untukku,"

Pria itu menjawab, "Ucapkanlah: Aku memohon ampun kepada Allah dari setiap perjanjian yang aku langgar dan dari setiap nikmat yang aku pergunakan untuk bermaksiat kepada-Nya,". Kemudian ada kejadian lainnya, dia meminta Nabi Khidir mendoakannya, "Semoga Allah menutupi ketaatan itu untukmu," kata Khidir.

6. Syekh Zakariya al-Anshari

Syekh Zakariya al-Anshéri bercerita: Pada suatu waktu, saudaraku Syekh ‘Ali aI-Nabtaini bcrkumpul dengan Nabi Khidir. Syekh ‘Ali al-Nabtaini itu bertanya kepadanya. “Apa yang kau katakan tentang Syekh Yahyé aLManaM?”

Nabi Khidhir menjawab, “Tidak ada masalah.”

Syekh ‘Ali al-Nabtaini itu bertanya lagi, “Bagaimana dengan iman?”

“Tidak ada masalah’

“Bagaimana dengan Syekh Zakariya?”

“Tidak ada masalah. Hanya saja ia berjiwa kecil.”

Syekh Zakariya melanjutkan, “Ketika Syekh ‘Ali al-Nabta’mi mengirim utusan dan menyampaikan kabar itu kepadaku, hatiku seakan sempit. Aku tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh Nabi Khidir dengan ‘jiwa kecil’.

Aku kemudian mengirim utusan untuk meminta penjelasan soal ungkapan itu. Setelah ditanyakan, Nabi Khidhir menjawab, ‘jika mengutus seseorang untuk utusan sesuatu, ia (Syekh Zakariya) selalu mengatakan, ‘Syekh Zakariya berkata kepadamu.’ Artinya, ia menyebut dirinya sendiri sebagai syaikh”


Hikmah Kisah Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir | Pegawai Muslim



Pertemuan Nabi Musa'alaihissalam (AS) dan Nabi Khidir AS adalah kisah luar biasa yang sarat hikmah. Allah menceritakannya dalam Alqur'an agar manusia mengambil iktibar betapa luasnya ilmu-Nya.


Dalam hadits riwayat Al-Bukhari, Ubay bin Ka'ab berkata ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) bersabda: "Suatu ketika, Nabi Musa berkhotbah di depan bani Israil, lalu ia ditanya, 'Siapa manusia yang paling berilmu?' Musa menjawab: 'Aku'. Allah kemudian menegur Nabi Musa karena tidak menyatakan yang paling tahu adalah Allah. Allah kemudian mewahyukan kepadanya, "Sungguh, Aku memiliki seorang hamba-Ku di pertemuan antara dua lautan, dan lebih berilmu dari kamu."

Nabi Musa bertanya, "Ya Rabb, bagaimana caranya agar aku bisa bertemu dengannya? Allah berfirman kepada Musa, "Bawalah seekor ikan yang kamu masukkan ke dalam suatu tempat, di mana ikan itu menghilang maka di situlah hamba-Ku itu berada!"

Kemudian Nabi Musa pergi bersama seorang pelayan (ada yang mengatakan muridnya) bernama Yusya' bin Nun. Keduanya membawa ikan itu hingga keduanya tiba di sebuah batu besar. Mereka membaringkan tubuhnya sejenak lalu tertidur. Tiba-tiba ikan itu menghilang dari tempat tersebut. Ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut. Musa dan pelayannya merasa aneh.

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir ini diabadikan dalam Surah Al-Kahfi. Berikut kisah selengkapnya:

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya, 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.'

Ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya, 'Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.'
Muridnya menjawab, 'Tahukah kamu, ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan; dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.”

Musa berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu, keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.

Musa berkata kepada Khidir, "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajariku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

Dia menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"

Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam satu urusan pun."

Dia berkata, "Jika kamu mengikutiku, janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu."

Berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melubanginya. Musa berkata, "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar."

Dia (Khidir) berkata, "Bukankah aku telah berkata, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku?'

Musa berkata, "Janganlah kamu menghukumku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebaniku dengan suatu kesulitan dalam urusanku."

Berjalanlah keduanya, hingga keduanya bertemu dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa kemudia berkata, "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar."

Khidir berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sungguh kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"

Musa berkata, ‘Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, janganlah kamu membolehkan aku menyertaimu. Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku."

Keduanya pun berjalan, hingga keduanya sampai di penduduk suatu negeri. Mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu.

Musa berkata, "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu."

Khidir berkata, "Inilah perpisahan antara aku dan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu maksud perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya."

"Adapun bahtera (perahu) itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku merusak bahtera itu karena di hadapan mereka ada seorang raja (dzalim) yang merampas setiap bahtera."

"Adapun anak itu, kedua orang tuanya adalah orang mukmin. Kami khawatir bahwa dia akan memaksa kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Kami menghendaki supaya Rabb mereka mengganti anak lain bagi mereka, yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih mendalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya)."

"Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh. Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu; dan tidaklah aku melakukannya menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah maksud perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya'." 
(Surah Al-Kahfi: ayat 60-82)

Ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari pertemuan dua sosok manusia pilihan Allah itu. Di antaranya pelajaran berharga tentang adab, kesabaran, hakikat ilmu serta hikmah agar tidak menyombongkan diri. Kisah Nabi Musa dan Khidir ini telah mengantarkan kita kepada pemahaman bahwa ilmu-Nya benar-benar Mahaluas.
Di dalam Kitab 'Al-Asror Rabbaniyyah wal Fuyudhatur Rahmaniyyah' karya Syeikh Ahmad Shawi Al-Maliki diterangkan bahwa Nabi Khidir dan Nabi Ilyas adalah nabi yan hidup kekal sampai hari kiamat.

Nabi Khidir berkeliling di sekitar lautan sambil memberi petunjuk kepada orang-orang yang tersesat di lautan. Sedangkan, Nabi Ilyas berkeliling di sekitar gunung-gunung untuk memberi petunjuk kepada orang-orang yang tersesat di gunung. Allahu A'lam.


Belajar dari Islamofobia Abu Jahal | Pegawai Muslim



Prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim belakangan mengalami eskalasi yang menanjak, terutama di negara barat. Fenomena Islamofobia grafiknya naik tajam khususnya di Perancis pasca pernyataan Presiden Prancis Immanuel Marcon yang mendiskreditkan Islam dan Charlie Hebdo yang menerbitkan kartun Nabi Muhammad.

Sikap tak beradab ini kontan membuat umat Islam seluruh dunia geram, gerah dan marah. Perbuatan yang sama sekali tak pantas dalam pandangan agama manapun kini tumbuh di Barat bak jamur di musim penghujan.

Islamofobia yang terjadi saat ini, dan pasti terjadi pada masa mendatang seperti telah dijelaskan dalam al Qur’an, puncaknya justru terjadi pada masa Nabi sendiri. Yang menjadi ikon kala itu adalah paman beliau sendiri yang bernama Abdul ‘Uzza bin Abdul Muthalib yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab.

Nama gelar ini diberikan oleh penduduk Makkah karena wajah Abdul ‘Uzza terang bagaikan api. Dalam bahasa Arab, Abu Lahab memiliki arti “lidah api yang menyala-nyala”.

Pada mulanya, Abu Lahab sangat senang kepada Nabi. Saat kelahiran baginda Nabi ia sangat gembira sampai biaya persalinan Siti Aminah ditanggungnya. Lebih dari itu, Abu Lahab sendiri yang mencari dan menggaji pengasuh bayi Muhammad.

Hubungan baik antara Nabi dan Abu Lahab retak parah ketika Nabi mengikrarkan diri bahwa dirinya adalah utusan Allah. Mulai saat itu Abu Lahab menentang secara keras. Bahkan melebihi Abu Jahal. Kebencian Abu Lahab terhadap risalah Rasulullah sangat hebat. Mulai dari intimidasi, penghinaan, bahkan taraf membunuh.

Sepak terjang Abu Lahab ini diabadikan dalam al Qur’an. Allah berfirman:

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia. Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal”. (QS. al Masad: 1-5).

Menurut beberapa ulama tafsir, seperti termuat dalam kitab Tafsir al Azhar, semua strategi Abu Lahab dalam upayanya mengahalau dakwah Nabi tidak akan berhasil. Semuanya gagal.

Belajar dari Islamofobia Abu Jahal

Namun dalam ayat di atas, walaupun penentangan Abu Lahab begitu hebatnya, tetapi Allah tidak mengajari Nabi untuk mencela Abu Lahab. Kenapa demikian? Sebab ayat di atas tidak dimulai dengan kata “Katakanlah (Qul)”. Maknanya, Allah tidak mengajarkan Nabi Muhammad supaya mendoakan buruk kepada Abu Lahab. Sekalipun yang dihina dan dicaci adalah Rasulullah sendiri.

Penjelasan ini menjadi ‘ibrah (pelajaran) bagi umat Islam untuk tidak mendoakan buruk terhadap penghina Islam. Apakah dengan demikian memberikan peluang dan membiarkan kemungkaran?. Jawabannya, Allah sendiri yang akan membalasnya.

‘Ibrah kedua dari surat al Masad di atas adalah penggunaan kata Abu Lahab (nama gelar), tidak memakai nama asli yakni Abdul ‘Uzza. Menurut para mufassir, salah satunya Syekh al Mutawalli Sya’rawi diksi kata ini sebagai pengingat bahwa akan selalu ada orang-orang yang menolak kebenaran, mencaci, menghina dan provokasi terhadap Islam seperti yang dilakukan Abu Lahab.

‘Ibrah ketiga, seberapun besar dana yang disiapkan untuk kampanye islamofobia tidak akan memberi pengaruh signifikan terhadap eksistensi agama Islam di dunia. Allah telah menjanjikan hal ini. “Tidaklah memberi faedah kepadanya hartanya dan tidak apa yang diusahakannya”. Meski Abu Lahab yang kaya raya menghabiskan seluruh hartanya untuk kampanye islamofobianya, sampai habis semua hartanya ia tidak akan berhasil.

Dan bagi penyebar berita hoax dan fitnah keji terhadap agama Islam, seperti yang dilakukan oleh istri Abu Lahab, pasti akan mengalami nasib serupa dengan Abu Lahab. Redaksi “Yang di lehernya ada tali dari sabut” ditafsiri oleh Ibnu Katsir, istri Abu Lahab kemana-mana menyebar fitnah dan kebencian terhadap Nabi. Usahanya ini juga dijamin akan menuai kegagalan. Kegagalan di dunia dan siksa neraka nantinya.

Dengan demikian, islamofobia yang marak terjadi belakangan ini bukanlah sesuatu yang harus dirisaukan. Umat Islam harus terus fokus pada aktivitas masing-masing. Seperti bekerja, beribadah, berdoa, belajar ilmu agama, mengajarkan ilmu agama, dan selalu mensemarakkan syi’ar Islam dimanapun berada tanpa mempedulikan hinaan dan cacian yang memang akan selalu ada. Terpenting umat Islam tetap menampilkan citra Islam sebagai agama Rahmatan Lil ‘Alamin. Berakhlak mulia dan budi pekerti luhur.

Kisah Suhail: Orator Ulung yang Selalu Menghina Rasulullah | Pegawai Muslim



Dilansir oleh South China Morning Post, Rabu 28 September 2020, Yahya Kholil Tsaquf, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul ulama (PBNU), menyerukan kepada umat Islam di Indonesia supaya bersikap tenang menyikapi penghinaan terhadap Islam yang dilakukan oleh Presiden Prancis Immanuel Marcon yang menyebut Islam sebagai “Agama dalam krisis”.

Menurut Yahya, “Menghina kehormatan Nabi Muhammad dianggap sebagai penghinaan terhadap Islam. Namun menyikapi penghinaan terhadap Nabi dengan membunuh pelaku merupakan tindakan biadab yang berpotensi memicu ketidakstabilan yang meluas tanpa kendali’.

Apa yang disampaikan oleh Yahya Kholil Tsaquf di atas mengingatkan kita pada sejarah masa Nabi dulu saat beliau dibina, dicaci dan dimaki sedemikian pedihnya. Sejarah yang ditulis dalam kitab Sirah Ibnu Katsir dan Ibnu Hisyam.

Alkisah, seorang tokoh Quraisy, Suhail bin Amru, memiliki keahlian berorasi dengan sangat baik. Dengan orasinya ia mampu memukau dan memhipnotis pendengarnya. Kecerdikan dan kepiawaiannya dalam berorasi dimanfaatkan untuk menghina Nabi dan Islam. Setiap kali ada kesempatan untuk menghina Islam, ia menjadi orang pertama dan terdepan yang memanfaatkan momen tersebut. Banyak dari kalangan para sahabat Nabi yang marah dan jengkel kepadanya.

Saat perang Badar, Suhail bin Amru ikut serta dalam barisan pasukan kafir Quraisy. Setelah pasukan muslimin memenangkan pertempuran, banyak dari kalangan pasukan kafir Quraisy yang menjadi tawanan perang. Salah satunya adalah Suhail bin Amru. Orator ulung yang selalu menghina Nabi dan Islam.

Umar bin Khattab yang telah lama jengkel kepada Suhail matur kepada Nabi supaya diizinkan untuk mencabut gigi seri Suhail supaya tidak bisa berorasi lagi dan menghina baginda Nabi. Akan tetapi, Nabi melarang Umar melakukan hal tersebut. Beliau berkata kepada Umar bin Khattab, “Umar, jangan lakukan itu, biarkan saja dia, siapa tahu suatu saat dia ada di barisan kita”.

Umar urung melakukan tindakan untuk memberi pelajaran kepada Suhail. Betapapun ia sangat marah, namun tak berani melawan titah baginda Nabi. Selang beberapa waktu kemudian, ucapan Nabi terbukti, Suhail bin Amru, orator ulung yang cerdas dan cerdik itu akhirnya memeluk Islam saat peristiwa Fathu Makkah.

Setelah memeluk agama Islam, Suhail bin Amru memanfaatkan keahliannya sebagai orator untuk kepentingan agama Islam. Salah satunya di saat wafatnya Nabi. Saat itu, umat Islam berselisih dan banyak yang murtad.

Untuk menenangkan suasana Suhail tampil berorasi. Di antara yang disampaikan, “Wahai kaum muslimin, janganlah kalian menjadi yang terakhir memeluk Islam dan menjadi yang pertama murtad. Demi Allah, Islam akan menyebar ke seluruh penjuru bumi sejauh sinar matahari dari saat terbit sampai terbenam.”.

Ada ‘ibrah (pelajaran) bagi kita semu, bahwa di saat Nabi dicaci, dicerca, dan agama Islam dihina, kita harus bereaksi dengan etika yang diajarkan oleh Islam. Tidak ada umat Islam yang akan menerima saat Nabi dan Islam dicaci. Namun tindakan apa yang akan dilakukan karena penghinaan tersebut telah diajarkan oleh Nabi pada kisah di atas. Yakni, tidak boleh menyakiti pelaku, apalagi sampai dibunuh.

Jangan karena hal itu kemudian justru kita yang tidak beradab. Membunuh, menyakiti dan sebagainya. Biarlah pelaku nyerocos dan ngoceh seperti kawanan burung yang tak punya akal, menggonggong seperti anjing dan melolong seperti serigala. Kita doakan saja semoga ia kembali menjadi manusia dan semoga mendapat hidayah Allah.

Kisah Isra Mi’raj yang Jarang Diungkap: Jabal Qaf dan Perjumpaan Spiritual Nabi dengan Sisa Kaum Bani Israil | Pegawai Muslim

 



Seusai safari mi’raj dari sidrah al-Muntaha di lapis langit ketujuh, di tengah perjalanan menuju bumi, Rasulullah menyaksikan panorama yang teramat indah. Layaknya blue fire, tampak sinar biru membelah angkasa raya.

Terpesona dengan panorama itu, Rasulullah ajak Jibril mengunjunginya. Dan ternyata, sinar biru itu adalah gundukan gunung besar, bernama Gunung Qaf atau Jabal Qaf.

Al-Alusi mengilustrasikan Jabal Qaf sebagai Gunung halimunan yang tak nampak oleh mata biasa. Itulah, gunung misterius yang jarang orang tahu.Jabal Qaf adalah sejenis gunung berlapis hingga tujuh puluh lapis, dengan model yang persis sama. Ibnu ‘Asyur mengatakan bahwa warna biru langit berasal dari pantulan cahaya biru Jabal Qaf (Tafsir al-Alusi, 5/443. Tafsir al-Adib, 5/177).

Cerita rasul di malam Mi’raj. Aku melihat sebuah Kota kecil yang Indah. Tanahnya berdebu putih seperti perak. Berkilau seperti kaca. Kota itu hunian bagi manusia seperti umumnya.

Tatkala penghuni Kota itu melihatku, mereka serempak berkata: segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kesempatan bisa melihat secara langsung wajahmu, Wahai Nabi Muhammad. Mereka kemudian menyatakan keimanannya kepadaku.

Lalu aku ajarkan mereka hukum-hukum syari’at Allah. Lalu aku bertanya kepada Mereka: “siapakah kalian ini?”. “Kami adalah kaum Bani Israil”. Jawab mereka. “Tapi kenapa hidup di tempat ini?” Tanya Nabi Muhammad.

Mereka mulai bercerita. “Ketika Nabi Musa wafat, terjadi perselisihan sengit di antara Kaum Bani Israil. Huru-hara terjadi di mana-mana. Mereka membasmi seluruh pemuka agama. Demi menyelamatkan diri, kami berusaha keluar dari daerah kami hingga kami sampai di tepi pantai.

Mereka melanjutkan: Kami bingung hendak bersembunyi di mana lagi. Di depan lautan. Di belakang ada Kaum Bani Israil yang sial mencingcang kami. Di tengah kebingungan kami itulah, kami berdoa kepada Allah agar menyelamatkan kami dari ancaman Bani Israil.

Tiba-tiba, tanah yang kami injak, amblas. Anehnya, kami merasa di ruangan bawah tanah yang pengap. Selama delapan belas bulan kami hidup dalam ruangan bawah tanah. Sebelum kemudian kami menemukan celah untuk keluar. Dan tibalah kami di tempat ini. Namun sebelum Nabi Musa wafat, Beliau berwasiat. Agar menyampaikan salamyya kepadamu wahai Nabi Muhammad.”. Mereka mulai mengakhiri kisahnya.

Nabi lalu bertanya lagi:” aku melihat rumah kalian tidak ada pintunya?”kenapa?

Mereka menjawab:” kami walaupun bukan saudara, tapi kami seperti saudara. Hati dan jiwa kami terpatri dalam satu perasaan yang sama. Kami tidak pernah khawatir akan terjadi tindak kejahatan di antara kami.

Kenapa rumah ibadah kalian bangun jauh dari rumah rumah kalian? Tanya Rasul. Dalam keyakinan kami, seseorang yang mendatangi rumah ibadah dari tempat yang jauh, akan mendapatkan pahala yang jauh lebih banyak dari pada seseorang yang mendatangi rumah ibadah dari tempat yang dekat. Jawab mereka.

Aku melihat kuburan di tempat ini sangat dekat dengan rumah-rumah penduduk, bahkan, ada di depan bangunan rumah mereka? Tanya rasul. “Agar kami setiap saat dapat melihat kuburan itu, hingga kami tidak disibukkan lagi dengan dunia dan melupakan kematian” jawab mereka.

“Kenapa penduduk kota ini jarang tertawa terbahak bahak” rasul kembali bertanya. “Bagi kami tertawa terbahak-bahak hanya akan membuat hati kami gelap gulita. Oleh karena itu kami tidak pernah tertawa terbahak bahak” itulah jawaban mereka.

Rasul kembali bertanya : apakah penduduk kota ini ada yang terserang penyakit? Penyakit itu penebus dosa, kami tidak pernah melakukan dosa. Apakah kalian bercocok tanam? Ya wahai Rasul, namun kami mendatangi sawah kami saat tanam saja. Sehabis itu, kami biarkan tanaman kami, kami pasrahkan sepenuhnya kepada Allah. Saat panen tiba, baru kami beramai ramai mendatangi sawah kami. (Syarah Hamami Yasin, Hamami Zadah, 11-12).

Mungkin umat modern selalu merasa cemas akan masa depan mereka. Era globalisasi menuntut mereka untuk melakukan antisipasi masa depan. Mereka selalu merasa terancam. Karena pupusnya kepasrahan kepada Tuhan.

Cerita di atas mengajari kita untuk tidak selalu merasa cemas, apalagi terancam dengan masa depan. Karena bila kita menyakini, bahwa hidup berada dalam pengaturan Tuhan. Maka, logikanya, kita tidak perlu repot untuk mengatur hidup ini.


Selasa, 25 Agustus 2020

Penaklukan Sejumlah Negara oleh Tentara Islam | Pegawai Muslim



Persia merupakan salah satu elemen peradaban Timur yang berlokasi di Iran sekarang. Iran terletak di daerah lembah Mesopotamia, sebuah kawasan dengan peradaban yang maju pada saat itu. Oleh kebanyakan, ahli daerah tersebut dikenal dengan The cradle of civilization atau lahirnya peradaban. Namun, pada 5 Januari 603 M, dimulailah perang antara Romawi dan Persia yang berlangsung selama 24 tahun yang kemudian mengubah peradaban.


Perang tersebut terjadi akibat terbunuhnya Maurice, Kaisar Romawi yang merupakan pelindung dan sekutu dekat Khusrou Parvis, raja Iran saat itu. Setelah kematian ayahnya, putra Maurice datang ke Iran untuk meminta pertolongan dari Khusrou Parvis. Khusrou Parvis kemudian mengirimkan pasukannya ke Romawi untuk membalas dendam atas kematian Maurice.

Dalam waktu singkat juga beberapa kota di Romawi berhasil ditaklukkan. Kaisar baru Romawi, yaitu Fukas, kemudian mengajak Khusrou Parvis berunding. Namun, kemenangan yang diraih Khusrou Parvis membuatnya merasa kuat dan menolak melakukan perundingan. Akibatnya, perang terus berlangsung hingga 24 tahun dengan kemenangan secara silih-berganti diperoleh Iran dan Romawi.

Adapun raja yang memegang tampuk kekaisaran Romawi pada akhir abad ke-7 M adalah Maurice, seorang raja yang kurang memperhatikan masalah kenegaraan dan politik. Oleh karenanya, angkatan bersenjatanya pun kemudian mengadakan kudeta di bawah pimpinan panglimanya yang bernama Pochas.

Setelah mengadakan kudeta, Pochas naik tahta dan menghukum keluarga raja dengan cara yang kejam. Serta mengirim seorang duta ke Persia, yang pada waktu itu dipegang oleh Kisra Chorus II, putra Kisra Anu Syirwan yang adil.

Saat Kisra tahu kejadian kudeta di Romawi, dia menjadi sangat marah. Ini karena Kisra pernah berhutang budi pada Maurice yang sekaligus juga mertuanya. Kemudian Kisra memerintahkan untuk memenjarakan duta besar Romawi, dan menyatakan tidak mengakui pemerintahan Romawi yang baru.

Orang Islam dan orang-orang Romawi mengharapkan kemenangan mereka atas orang-orang kafir dan musyrikin, sebagaimana halnya mereka mengharapkan kekalahan orang-orang kafir Makkah dan orang Persia. Ini disebabkan mereka merupakan penyembah benda-benda materi.

Sementara orang-orang Nasrani--meskipun sebagian dari mereka sudah menyimpang dari ajaran Isa Putra Maryam-- merupakan saudara dan sahabat terdekat kaum Muslimin. Dengan demikian, pertarungan yang terjadi antara orang-orang Persia dan Romawi menjadi lambang luar pertarungan antara orang-orang Islam dan musuh-musuhnya di Makkah.

Maka, pada waktu Persia berhasil mengalahkan orang-orang Romawi pada tahun 616 dan berhasil menguasai seluruh wilayah sebelah timur negara Romawi, orang-orang musyrikin pun mendapat kesempatan untuk menghina kaum Muslimin dengan mengatakan, saudara kami berhasil mengalahkan saudara kamu. Demikian pula yang akan kami lakukan kepadamu, jika kamu tidak mau mengikuti kami yaitu meninggalkan agama kamu yang baru (Islam).

Penaklukan Andalusia

Dalam khazanah Sejarah Peradaban Islam, Dinasti Umayyah atay Amawiyyah dibagi ke dalam dua zona dan periode kekuasaan, Timur yang berpusat di Damaskus dan Barat berpusat di Spanyol atau Andalusia. Dalam Enseklopedi Islam, Andalusia adalah sebuah nama yang dikenal di dunia Arab dan Islam untuk semenanjung Iberia.

Wilayah itu, kini terdiri dari dua Negara, yaitu Spanyol dan Portugal. Sejak kemenangan pasukan Islam di bawah kekuasaan Dinasti Amawiyyah I atau Amawiyyah Timur dan berhasil merebut serta mengintervensi berbagai kekuatan politik lainnya di Afrika Utara, maka dengan sendirinya Spanyol telah ikut menyempurnakan keberhasilan mereka.

Kemudian Gubernur Afrika Utara, Musa bin Nusayr mengirim pasukan untuk melakukan penaklukan ke wilayah ini yang dipimpin oleh Panglima Triq bin Ziyad pada tahun 710 M. Pasaukan ini tidak mendapatkan perlawanan yang intensif dari penguasa mereka. Hal ini terjadi karena secara politis pemerintahan pada waktu itu sangat lemah dan tidak mendapat dukungan yang berarti dari rakyat.

Pasukan Triq bin Ziyad berhasil mengalahkan Raja Roderick dan menewaskannya dalam suatu pertempuran. Kemenangan ini menjadi modal bagi Triq bin Ziyad dan pasukannya untuk menaklukkan kota lainnya seperti Cordova, Archedonia, Malaga, Elvira, dan akhirnya Toledo, yakni pusat kerajaan Visigoth.

Setelah mendengar keberhasilan pasukan Islam, pada tahun 712 M, Musa bin Nusair memimpin suatu pasukan menuju Andalusia melalui jalan yang tidak dilalui oleh pasukan Triq dan berhasil melewati dan menaklukkan pantai barat semenanjung Spanyol yakni Sevilla dan Merida yang kemudian bertemu dengan pasukan Tariq di Toledo.

Dengan bergabungnya dua pasukan, daerah yang ditaklukan semakin meluas sampai ke Utara seperti Saragossa, Terrofona, dan Barcelona. Setelah menjadi bagian dari wilayah Islam yang berlangsung dari tahun 711-755 M, wilayah Spanyol diperintah oleh para gubernur yang diangkat langsung oleh pemerintahan pusat Dinasti Amawiyyah yang berada di Damaskus (Syiria).

Namun, setelah tumbangnya kekuasaan Dinasti Amawiyyah Timur dan berdirinya Dinasti Abbasiyyah, para mir atau gubernur yang dulu beraviliasi ke Damaskus, kini tidak lagi merasa terikat dengan dinasti sebelumnya yang berpusat di Damaskus maupun dinasti yang baru yang dalam hal ini adalah Dinasti Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad. Kendati para gubernur itu secara de jure mengakui eksistensi kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad, tapi secara de facto dan politis mereka tidak mau terikat atau melakukan bay'ah pada pemerintahan baru di Baghdad.

Sekalipun Dinasti Amawiyyah telah ditaklukan dan seluruh keturunannya dikejar dan dibunuh, salah seorang dari mereka, Abd al-Rahmn bin Mua'wiyyah bin Hishm bin Abd al-Mlik (yang kemudian bergelar Abd al-Rahmn al-Dakhl yang berarti sang penyusup, berhasil meloloskan diri dari pengejaran penguasa Dinasti Abbasiyyah.

Dengan dukungan politik dari istana Ban Rustm di Afrika Utara, Abd al-Rahmn al-Dakhl mulai menyusup memasuki kota Algeciras tahun 755 M. Dalam tahun 756 M, dimulailah masa pengakuan dan bay'ah terhadap eksistensi dan kemenangan al-Dakhl atas amir-amir di sebagian Spanyol yang meliputi Sevilla, Archidon, Sidonia, dan Moron de Frontura.

Akhirnya, pada tanggal 15 Mei 756 M, Abd al-Rahmn al Dakhl memproklamirkan berdirinya Imrah Amawiyyah II di Andalusia. Dengan demikian, secara resmi dimulailah kekuasaan yang kedua dari Dinasti Amawiyyah sebagai negara yang berdiri sendiri, berdaulat yang lepas dari Abbasiyyah di Baghdad Wilayah Islam di Spanyol dalam kekuasaan Amawiyyah II ini, terbagi ke dalam lima provinsi (vice royalty) yang dikepalai oleh seorang mir atau shib dengan Cordova sebagai pusat pemerintahan.

Dengan demikian, Spanyol bukan lagi sebagai sebuah provinsi dari sebuah dinasti, akan tetapi sudah menjadi sebuah Negara yang berdaulat yang mempunyai seorang raja yang lebih menyukai menggunakan gelar Amr al-Muminn daripada khalifah. Sejak saat itu, Spanyol menjadi pusat perdaban Islam di wilayah Eropa yang diperhitungkan oleh negara-negara Eropa dari segi pengaruhnya terhadap peradaban Eropa pada masa itu.

Penaklukkan Konstatinopel

Setelah seluruh persiapan telah siap Muhammad Al-Fatih memobilisasi, pasukannya menuju Konstantinopel. Sultan Muhammad Al-Fatih mempersiapkan serangan ke Konstantinopel dengan sempurna. Dia berusaha mencari informasi mengenai Kondisi kota ini, menyediakan peta yang diperlukan pasukannya untuk melakukan pengepungan Konstantinopel. Ia menyelidiki dan menyaksikan begitu kokohnya Konstantinopel beserta pagar pagarnya.

Sultan Muhammad Al-Fatih meratakan jalan antara Edirne dan Konstantinopel agar bisa dilewati meriam-meriam besar dengan mudah. Meriam-meriam bergerak dari Edirne hingga mendekati Konstantinopel dalam jangka waktu dua bulan di bawah penjagaan pasukan Ustmani. Pada 6 April 1453 M, tentara Ustmani dengan dipimpim Muhammad Al-Fatih sampai di sebelah Timur Konstantinopel.

Sebagaimana tradisi perang dalam Islam, ia menawarkan tigal hal pada Byzantium yaitu : masuk Islam, menyerahkan kota secara baik-baik tanpa masuk Islam, atau diperangi. Ternyata tawaran Muhammad Al-Fatih ditolak. Kaisar Byzantium Constantin XI menginginkan opsi yang berbeda. Ia bersedia embayar upeti pada Turki tanpa harus menyerahkan kota.

Hal ini tentu tidak bisa diterima oleh Muhammad Al-Fatih, karena tekadnya untuk menguasai Konstantinopel sudah bulat. Dari penolakan tersebut maka Muhammad Al- fatih meneruskan niatnya, maka terjadilah perang melawan Pasukan konstantinopel. Pasukan Muhammad Al-Fatih terus berupaya untuk bisa menembus benteng pertahanan Konstantinopel yang dikawal oleh para prajurit-prajurit tangguh yang tidak mudah dikalahkan meskipun jumlah mereka lebih sedikit jika dibandingakan dengan kaum Muslimin.

Militer Byzantium yang berada pada posisi yang lebih tinggi dari pasukan Ustmani yakni berada di atas pagar atau tembok Konstantinopel memiliki keunggulan tersendiri dalam menghadapi musuh. Mereka lebih mudah untuk melihat posisi pasukan Ustmani.

Dengan posisi yang seperti ini pasukan Byzantium juga lebih mudah melakukan serangan dengan melontarkan panah atau amunisi militer lainnya kepada pasukan Ustmani. Setiapk ali bagian tembok atau pagar Konstantinopel tertembus meriam dari pasukan Ustmani dengan cepat pula diperbaiki. Hal ini tentu sudah diprediksikan oleh Konstantinopel sebelumnya.

Pada tanggal 27 Mei 1453, Sulthan Muhammad Al- Fatih mengatur dan mengawasi seluruh pasukannya untuk persiapan penyerangan yang terakhir. Sebelum serangan dilancarkan Sulthan Muhammad Al Fatih mengingatkan kepada seluruh pasukannya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, melaksanakan shalat dan memohon doa supaya mendapatkan keberhasilan dalam penaklukan Konstantinopel. Selain Muhammad Al- Fatih para ulama yang turut mendampinginya juga memberikan semangat berperang kepada para militernya.

Sementara pada tanggal 28 Mei 1453 setelah persiapan telah matang dan siap tempur meriam-meriam mulai menembakkan peluru-peulurunnya. Sulthan Muhammad Al-Fatih tiada hentinya mengawasi pasukannya dengan selalu memberi semangat untuk tetap ikhlas dalam berjihad.

Pada 29 Mei 1453 M, serangan umum terhadap konstantinopel dilakukan. Penyerangan secara serentak dilakukan dari berbagai sisi baik dari darat maupun dari laut. Pasukan Muhammad Al Fatih dengan semangat juang yang tinggi menyongsong kemenangan atau memperoleh mati syahid dalam menaklukan

Dalam penyerangan besar-besaran ini banyak pasukan Muslimin yang gugur. Melihat hal ini kaisar Konstantin tetap berusahan semaksimal mungkin memompa semangat pasukannya untuk mempertahankan negerinya. Di sinilah terlihat jiwa kepemimpinan kaisar Konstantin yang tidak mau meninggalkan pasukan dan rakyatnya meskipun dari awal mereka meminta kepadanya untuk pergi meninggalkan Konsatntinopel. Akhirnya Konstantinopel dapat ditaklukan oleh Muhmmad Al-Fatih bersama pasukan terbaiknya.