Selasa, 15 Februari 2022

PERCAKAPAN NAFSU DAN ALLAH

 


Manusia adalah sebaik-baiknya makhluk ciptaan Allah dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain. Ketika Allah menciptakan malaikat, Allah hanya memberikan akal kepada malaikat, sehingga malaikat tidak punya nafsu. Wajar jika malaikat sangat patuh kepada Allah swt, karena memang tidak punya kepentingan terhadap dirinya. Sementara manusia, memiliki akal dan nafsu. Dengan begitu, nafsu lah yang menjadi tantangan ketaatan terhadap Tuhannya. Sedangkan hewan, hanya memiliki nafsu, tanpa akal. Oleh karena itu, hewan tidak memiliki beban syari’at (taklif). Karena yang menjadi tolak ukur taklif adalah akal. Jika tidak memiliki akal, maka taklif tidak berlaku.

Dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin menjelaskan bahwa level manusia itu berada di antara malaikat dan hewan. Lebih mulia dari hewan dan lebih rendah dari bangsa malaikat. Berikut adalah penjelasan Al-Ghazali mengenai kedudukan manusia,

Artinya, “Level manusia itu berada di atas hewan karena dengan cahaya akal yang dimilikinya mampu menaklukan syahwat. Akan tetapi di bawah level malaikat karena memiliki syahwat dan diuji untuk menaklukannya.” “Jika ia terbuai oleh syahwatnya, levelnya akan turun setara dengan hewan. Sebaliknya, jika mampu menghancurkan syahwatnya, makan levelnya akan naik setinggi-tingginya bersama golongan para malaikat.” (Ihya ‘Ulumiddin, juz , hal. 236)

Berbicara tentang akal dan nafsu, terdapat kisah menarik tentang perbincangan Allah kepada akal dan nafsu. Kisah ini terdapat dalam kitab Tanbihul Ghafilin dan Duraatun Nashihin, dijelaskan bahwa Allah menciptakan Akal. Allah kemudian berfirman, "Wahai Akal menghadaplah Engkau!” Maka akal pun menghadap ke hadapan Allah SWT.

Allah kemudian berfirman lagi kepadanya, "Wahai akal, berbaliklah engkau!” Maka akal pun berbalik. Setelah itu, Allah berfirman lagi kepadanya, "Wahai akal, siapakah Aku?” Lalu akal pun berkata, “Engkau adalah Tuhan yang menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu yang lemah".

Allah kemudian berfirman lagi, "Wahai akal, tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau!”. Lalu Allah kemudian menciptakan nafsu. Sama seperti dengan Akal, Allah juga berfirman kepada Nafsu. “Wahai nafsu, menghadaplah kamu!”. Berbeda dengan akal, nafsu tak menjawab. 

Nafsu justru berdiam diri Kemudian Allah berfirman lagi kepada Nafsu, “Siapakah engkau dan siapakah Aku?” lalu nafsu menjawab, “aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau.” Allah SWT pun menghukum nafsu selama 1.000 tahun di neraka jahim yang sangat panas. Dalam riwayat lain dikatakan, bahwa Allah SWT menghukum nafsu selama 100 tahun.

Setelah Allah SWT menghukum nafsu di neraka jahim selama 1.000 tahun, kemudian Allah mengeluarkannya dan berfirman lagi kepadanya "Wahai nafsu, siapakah engkau dan siapakah aku".  

       Nafsu menjawab kembali: "Aku adalah aku dan engkau adalah engkau". Lalu Allah berfirman: "Masih begitu juga kah engkau wahai nafsu".

    Allah kemudian masukkan nafsu kedalam neraka juu' selama 1.000 tahun dan dilaparkan. Setelah itu Allah SWT mengeluarkannya kembali dan berfirman: "Siapakah engkau dan Siapakah aku".

            Nafsu kembali berkata: "Aku adalah aku dan engkau adalah engkau".

Allah SWT kemudian menghukum nafsu selama seribu tahun lagi di neraka yang sangat dingin.

        Allah SWT selanjutnya mengeluarkannya dan berfirman lagi: "Wahai nafsu siapakah engkau, dan siapakah aku" Lalu nafsu menjawab: "Aku adalah aku dan engkau adalah engkau".  Allah SWT berfirman: "Masih begitu juga kah engkau hai nafsu". Lalu Allah masukkanlah nafsu ke dalam neraka selama 1000 tahun dan dilaparkan. Setelah itu Allah SWT mengeluarkannya kembali dan berfirman kepada nafsu: "Wahai nafsu, siapakah engkau dan Siapakah aku".

            Nafsu menjawab, “aku adalah hamba-Mu dan Engkau adalah Tuhanku,". Lalu Allah berfirman, "Wahai Nafsu, sekarang masuklah bersama tubuh anak Adam,".


Dari kisah itu, kita sebagai manusia memiliki cobaan berat untuk dapat mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan perasaan atau kekuatan emosional yang ada dalam diri manusia. Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk mengontrol hawa nafsu karena bisa menjadi sebab segala keburukan. Hawa nafsu adalah suatu keinginan yang bertujuan kepada hal-hal yang bertentangan dengan syariat Allah. Sebab, manusia selalu mendapat godaan setan untuk berbuat maksiat.

Perihal hawa nafsu juga dijelaskan dalam Alquran pada surat Yusuf ayat 53 yang artinya: Artinya: Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.

            

           Sedangkan Hadist yang menjelaskan tentang hawa nafsu adalah sebagai berikut:

Abu Malik Al Asyari meriwayatkan sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsu yang ada di antara lambungmu, anakmu yang keluar dari tulang rusukmu, istrimu yang kamu gauli, dan sesuatu yang kamu miliki.” (HR Al Baihaqi)

          

        Dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa nafsu manusia terbagi menjadi tiga. Pertama, An-nafs al-ammarah bissu’. adalah nafsu tingkat terendah. Secara harfiah kata "ammarah" berarti banyak menyuruh, sedangkan kata "su" berarti keburukan atau kejahatan. Jadi nafsu amarah adalah nafsu yang cenderung menyuruh berbuat keburukan.



Kedua, An-nafs al-lawwamah. yang diterjemahkan nafsu yang banyak mencela, mengeluh, dan menyalahkan. Cuma yang dicela, dikeluhkan dan disalahkan adalah dirinya sendiri.  Nafsu lawamah termasuk nafsu yang mulia karena hanya orang Mukmin yang bisa menyesali dan menyalahkan dirinya sendiri.

Sedangkan ketiga, An-nafs al-Muthmainah. yang diterjemahkan sebagai jiwa yang tenang. Nafsu ini menempati tingkat tertinggi. Mereka yang bisa menjalankan nafsu mutmainah dijanjikan masuk surga. Ciri pribadi yang memiliki nafsu mutmainah, yakni tetap tenang dalam beriman.

Adapun cara yang diajarkan agar kita dapat menaklukkan hawa nafsu adalah dengan cara kita melakukan puasa. Seperti dalam kitab Ihya 'Ulumiddin menjelaskan tujuan dari berpuasa,

Artinya: Tujuan berpuasa adalah supaya bisa berakhlak sebagaimana sifat as-Shamad bagi Allah, juga agar manusia bisa mengikuti sifat-sifat malaikat, yaitu mengekang syahwat sebisa mungkin. Malaikat adalah makhluk yang terbebas dari syahwat.

Selain itu puasa kita juga dapat meredam hawa nafsu dengan cara melakukan shalat, karena dengan shalat seseorang dapat mencegah atau menghindari dari perbuatan yang tercela. Orang yang taat menjalankan perintah Allah yakin sehat akalnya, karena ia tak ingin terjerumus ke lembah kehinaan. Seperti dalam surah al-Ankabut ayat 45 yang artinya:

“Sesungguhnya shalat itu dapat menahan dari perbuatan keji dan kemunkaran”. (QS. Al-Ankabut : 45)


Dan juga kita memohon kepada Allah swt agar kita termasuk orang-orang yang berakal sehat yang mendapat petunjuk ke jalan-Nya yang lurus. Sedangkan untuk menjaga Nafsu Syahwat maka kita dianjurkan untuk menikah agar kita dapat menjaga pandangan kita.

Itulah kisah dan pembahasan tentang akal dan hawa nafsu. Begitu sulitnya kita dalam meredam hawa nafsu agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan. Sedemikian sulitnya menahan hawa nafsu sehingga Sebagian ulama mengatakan bahwa manusia memiliki derajat yang lebih tinggi daripada malaikat. Hal ini dikarenakan manusia memiliki dua potensi dalam dirinya, yaitu akal dan nafsu. Dengan nafsu yang dimilikinya, akan memiliki nilai perjuangan lebih dalam menjalani ketaatan kepada Allah swt. Karena nafsu adalah pintu utama masuk setan untuk menggoda manusia.


Dari adanya akal dan nafsu inilah Allah menciptakan surga dan neraka sebagai bentuk adilnya Allah kepada orang-orang yang dapat mengendalikan hawa nafsu. Dalam surga telah disiapkan apa saja yang telah Allah persiapkan untuk para penghuninya dan demikian pula dengan neraka. Kita dapat menjadikan akal sebagai imam nafsu agar mudah mengendalikan dan mengontrol nafsu tetap berada di jalan Allah dengan melaksanakan berbagai kebaikan dan amal ibadah di dalam aktivitas sehari-hari. Bukan sebaliknya, nafsu yang menjadi imam akal.

Wallahu a’lam bishawab

 

Sumber Referensi   : bacaanmadani.com

  fimadani.com

                                  jurnalsoreang.pikiran-rakyat.com

                                  kumparan.com

                                  malangtimes.com

                                  nu.or.id

                                  republika.co.id

                                 Taffakur Fiddin Channel

                                 zonapriangan.pikiran-rakyat.com

                               

MANUSIA DAN MAKHLUK TERAKHIR DI BUMI

 


Setiap umat muslim pasti pernah diajarkan di sekolah-sekolah tentang hari kiamat. Kita sebagai umat muslim wajib percaya hari akhir/kiamat pasti terjadi karena termasuk dalam rukun iman yang kelima. hari kiamat sendiri  dibagi menjadi dua yaitu kiamat sugra (kecil) dan kiamat kubra (besar). Kiamat sugra atau kiamat kecil ialah berakhirnya kehidupan sebagian makhluk di dunia ini, baik itu secara individu maupun kelompok. Contoh dari kiamat sugra adalah kematian dan bencana alam. Sedangkan kiamat kubra adalah kiamat yang sebenarnya. Kiamat kubra terjadi dengan dimulainya tiupan terompet sangkakala malaikat Israfil serta diiringi dengan kehancuran semesta beserta isinya.

Dalam berbagai hadist pun telah dijelaskan tentang tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat kubra. Tanda-tanda ini pun dibagi menjadi sugra (kecil) dan kubra (besar) yang banyak dijelaskan dari hadist-hadist Nabi Muhammad SAW. Tanda-tanda kecil dari kiamat kubra adalah Wanita berpakaian tapi telanjang, banyak terjadinya kerusakan alam, Semakin meluasnya kebodohan, muncul banyak pembunuhan, waktu yang terasa makin singkat, berkurangnya jumlah orang baik dan bertambahnya jumlah orang jahat, maraknya perbuatan riba, dan disia-siakannya sebuah amanat.

Untuk tanda besarnya adalah kemunculan Dajjal, Munculnya Imam Mahdi, Turunnya Nabi Isa as, keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, keluarnya Dabbah (hewan melata yang bisa berbicara), Dukhan (kabut), keluarnya api di Yaman, datangnya orang penghancur ka’bah, dan matahari terbit dari barat. Hal ini berdasarkan dari hadist Nabi Muhammad SAW berikut ini:

"Dari Hudzaifah bin Asid Al-Ghifari berkata, Rasulullah SAW menghampiri kami saat kami tengah membicarakan sesuatu. Ia bertanya, ‘Apa yang kalian bicarakan?’ Kami menjawab, ‘Kami membicarakan kiamat.’ Ia bersabda, ‘Kiamat tidaklah terjadi sehingga kalian melihat sepuluh tanda-tanda sebelumnya.’ Rasulullah menyebut kabut, Dajjal, binatang (ad-dābbah), terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa bin Maryam AS, Ya'juj dan Ma'juj, tiga gerhana; gerhana di timur, gerhana di barat dan gerhana di jazirah Arab dan yang terakhir adalah api muncul dari Yaman menggiring manusia menuju tempat perkumpulan mereka,” (Lihat Abul Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim An-Naisaburi, Al-Jāmi’us Ṣaḥīḥ, [Beirut, Dārul Afaq Al-Jadidah: tanpa tahun], juz VIII, halaman 178).

Dan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Abu dawud berikut ini, artinya:"Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga matahari terbit dari sebelah barat. Maka, apabila matahari terbit dari sebelah barat, lalu manusiapun akan beriman seluruhnya. Akan tetapi, kelakuan yang demikian itu di saat tidak berguna lagi keimanan seseorang yang belum pernah beriman sebelum beriman setelah kejadian tersebut atau memang berbuat kebaikan dengan keimanan yang sudah dimilikinya itu." (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

Namun sebelum sampai pada akhir tanda-tanda kiamat kubra, umat muslim akan diwafatkan sebelum sampai pada tanda terakhir kiamat. Seperti Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Kemudian Allah melepaskan angin dingin yang berhembus dari Syam. Maka tidak ada seorang pun dari manusia yang beriman kecuali dicabut nyawanya sehingga yang tersisa hanya manusia jahat yang tidak memiliki keimanan. Mereka tidak tahu mana yang baik dan mana yang buruk hingga setan muncul dan berkata, “Mengapa kamu tidak memenuhi seruanku saja?” mereka menjawab,” Apa yang kamu perintahkan kepada kami?” Setan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah berhala. Maka merekapun mengikuti saran tersebut. Sedangkan, mereka berada dalam kehidupan yang serba kecukupan, kemudian hari kiamat pun datang.” (HR Muslim dan HR Ahmad)

Dalam hadis lain telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdah adl-Dlabbi telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dan Abu Alqamah al-Farwi keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Shafwan bin Sulaim dari Abdullah bin Salman dari bapaknya dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menghembuskan angin yang sangat lembut, selembut sutera dari arah Yaman, ia tidak akan melewati seseorang yang di dalam hatinya terdapat -Abu Alqamah berkata- seberat biji-bijian, -sedangkan Abdul Aziz berkata; seberat biji sawi- dari keimanan kecuali Allah akan mewafatkannya.” (Shahih Muslim)

Diriwayatkan pula dari An Nuwwas bin Sam’an ra bahwa Rasulullah SAW bersabda ,” Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba tiba Allah mengutus angin sejuk yang mencabut setiap jiwa manusia yang memiliki keimanan dan tinggallah manusia kufur dan jahat. Maka, kiamat pun datang menghantam mereka.” (HR Ahmad dalam musnadnya dan Muslim dalam Shahihnya)

Generasi setelah dimatikannya orang-orang yang memiliki keimanan kepada Allah adalah generasi terburuk. Bahkan lebih buruk dari orang-orang Jahiliyyah, dimana orang-orang tidak lagi memiliki keimanan. Mereka berbuat kerusakan dimuka bumi, karena tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Generasi inilah yang kelak akan melihat bagaimana bumi dihancurkan.

Maka beruntunglah umat islam yang masih memiliki keimanan kepada Allah walaupun hanya sebesar biji sawi. Sehingga mereka tidak sampai melihat kehancuran dunia yang amat mengerikan. Mereka orang-orang yang tidak memiliki keimanan akan melihat kejadian bagaimana gunung-gunung diruntuhkan, bumi, bintang, dan langit dihancurkan. Mereka yang tidak memiliki iman tersebut baru menyadari bahwa apa yang Allah janjikan adalah benar. Namun tidak berguna lagi penyesalan mereka.

Terdapat satu kisah dimana sebelum malaikat israfil meniup terompet sangkakala sebagai berakhirnya dunia, dimana tersisa satu orang manusia yang masih hidup. Orang yang terakhir meninggal itu adalah orang asli dari suku Madinah yang sedang menggembala kambing.

Kata Nabi shalallahu'alaihi wassalam, "Orang yang terakhir meninggal dari kalian kalangan manusia, semua orang sudah mati, tinggal dia sendiri tapi dia tidak tahu, dia sedang menggembala kambing, kemudian dia masuk dengan gembalanya ke kota Madinah dia temukan semuanya tidak ada kehidupan. tidak ada orang, tidak ada binatang, tidak ada apa-apa, tinggal dia sendiri, pada saat dia meletakkan telapak kakinya di kota Madinah, maka pada saat itulah dia meninggal dan inilah manusia terakhir yang meninggal sebelum ditiup sangkakala terakhir.

Dari kisah tersebut banyak ulama yang berbeda pendapat, ada ulama yang mengatakan bahwa kejadian itu adalah Ketika kiamat kecil. Namun ada pula ulama yang mengatakan bahwa itu terjadi Ketika kiamat besar terjadi.

Untuk makhluk ciptaan Allah yang terakhir diwafatkan Ada beberapa hadits tentang ini dari para sahabat. Rasulullah pernah bertanya kepada malaikat maut siapa yang tersisa dari ciptaan-Nya, karena dia adalah yang paling berpengetahuan dari mereka yang tersisa, dan malaikat maut mengatakan kepadanya bahwa hanya dia yang tersisa.

Syekh Shalih al-Munjid dalam Maut al-Malaikat, menjelaskan nantinya Allah akan memerintahkan malaikat maut untuk mati paling akhir dari semua makhluk. Namun saat di alam kematian, malaikat maut nantinya tidak akan melalui cara yang sama seperti makhluk lainnya.  

Oleh karena itu, makhluk ciptaan Allah terakhir yang meninggal setelah malaikat meniup sangkakala adalah Jibril, Israfil dan yang terakhir adalah malaikat maut, Izrail.  Malaikat sebagaimana disebutkan dalam banyak teks, ditakdirkan untuk mati. Karena semua ciptaan Allah SWT, termasuk manusia, jin, dan makhluk-makhluk lainnya akan mati. Wallahu a'lam bishawab.

Sumber         : eramuslim.com

  mediaindonesia.com

                        merdeka.com

                        palembang.tribunnews.com

             republika.co.id